Sabtu, 15 Januari 2011

#KepadaA

DETIK INI, TUJUH HARI LALU

Aku dan kamu diperaduan sebuah cawan. Lupa letih. Lupa pejam. Setelah sekian waktu nilai keangkuhan menang telak, lalu memutus bentang jarak. Kita saling membisikkan mantra. Menerawang toples masa depan. Menganyam kisah, lembar demi lembar. Mencipta jejak tubuh senti demi senti. Rongga bahagia sempurna.

Bib. Bib. Bib....

Semacam nada panggil pesan sebuah messenger. Pertama aku memanggilmu dengan sapaan serupa. Orang-orang sibuk membuat komentar pada halaman jejaring sosial kita, lalu menertawakannya. Tapi kita acuh, malah makin suka.

#KepadaA. Siapakah dia ini? Umm..., bukan tokoh baru dalam hidupku. Dibilang lama juga tidak. Namanya “pria abu-abu”. Aku menyebutnya begitu karena beberapa alasan yang tidak mungkin terlampir. Adalah lelaki istimewa dalam kurun waktu sepuluh bulan ini.

Di pelataran cafe Empire XXI, dibawah sayu payung hitam. Aku tertegun. Kehangatan mengalir di jelajah nadi. Mungkin, aku salah dengar. Aku tajamkan seluruh indera. Seketika, aku merasa kembali bertemu asa baru. Sisa gairah hasil kontemplasi berbulan-bulan dalam gelap kejam. Dia bilang, sayang padaku.

Hari-hari penuh dering rindu. Jutaan pesan cinta. Lebih-lebih, adaptasi dengan keluargaku singkat, mengena, dan tajam. Aku menemukan sisi-sisi warna indah (yang semoga) tak pernah buram ataupun purna. So far, dia masih bertahan di satu ruang hati hingga detik nafas ini. 

Namun pernah pada suatu masa, aku terjerumus bara. Kesalahan memahami kenangan. Hingga tubuhnya melayang-layang, seperti menari dalam kesunyian. Seakan tak bisa meraba apa yang aku pikirkan, ia hanya meninggalkan bayangan. Tiba-tiba semua hitam. Abu-abu. Hitam. Abu-abu. Abu-abu. Ya! Seterusnya. Oh come on, Bib. Give me a better reason. Tak. Rupa bisu itu tetap mengendap. Aku tanggung berminggu-minggu. Tidakkah egomu, sedikit tersentil dear? All you have to do is just pick and choose. That easy. Dan aku terus menunggu, menunggu, menunggu. Sejuta penjelasan dan cara dianggapnya sampah basi. Geram? Sudah tentu!

Beruntung, semua lekas berlalu. Ingin kembali mencium kening dan punggung tangan yang aromanya tak bisa ku lupa. Aku sayang kamu, bib...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar